Cybernotary
merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas notaris dalam
menggunakan media elektronik dan internet. Istilah cybernotary pertama kali diperkenalkan pada tahun 1994 oleh Amerika
Serikat melalui Security Committee of The
American Bar Association, Section of
Science and Technology. Selain cybernotary
diperkenalkan juga istilah electronic
notarization (electronic notary)
yang diperkenalkan oleh Perancis dalam TEDIS
Legal Workshop pada The European
Union 1989 EDI Conference di Brussels. Berdasarkan hasil studi literatur,
diketahui bahwa baik di Amerika, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis dan Jepang,
istilah cybernotary sepadan dengan
istilah electronic notary yaitu
menggambarkan aktivitas notaris yang berbasis penggunaan media elektronik.
Dalam
praktik cybernotary di negara-negara
tersebut dan di Indonesia, ruang lingkup cybernotary
meliputi Certivication Authority (Truted
Third Party), penyimpanan data dan share
data. Adapun implementasi cybernotary
di Indonesia meliputi pula pendaftaran perusahaan secara online (SABH Dirjen AHU Depkumham RI) dan Akta Risalah Rapat Umum
Pemegang Saham melalui teleconference.
Penggunaan istilah cybernotary
ternyata tidak meliputi atau belum memasuki pada aktivitas otentifikasi kontrak
atau transaksi secara elektronik dan online.
Sampai
saat ini, landasan operasional implementasi cybernotary
di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Berdasarkan
ketentuan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris,
otentifikasi kontrak atau transasi secara elektronik, belum dimungkinkan. Hal
inipun belum pula dipraktikkan di Amerika, Inggris, Belanda, Jerman, Perancis
dan Jepang.
Notaris
di Indonesia merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.
Oleh karenanya di Indonesia mengenal akta otentik dan akta di bawah tangan. Hal
ini berbeda di negara Common Law System
seperti Amerika Serikat dan Inggris. Di sana tidak dikenal dikotomi akta
otentik dan akta di bawah tangan. Sebagai pejabat umum notaris di Indonesia
berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjajnjian dan
ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik.
Notaris berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar pada buku khusus. Notaris berwenang
membuat copy dari asli-asli surat di
bawah tangan, dan melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya. Berdasarkan Pasal 1868 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) akta otentik ialah suatu akta yang dibuat
dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, oleh atau dihadapan pejabat
umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat. Berdasarkan ketentuan
ini, maka akta otentik bentuknya ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh
atau dihadapan pejabat umum, dan dibuat di wilayah kewenangan pejabat umum
tersebut.
Dengan
berpedoman pada Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) maka gagasan
dan keinginan untuk notaris masuk dalam otentifikasi kontrak dan transaksi
elektronik secara online belum
dimungkinkan. Hal itu dikarenakan notaris berkewajiban untuk menyaksikan penandatanganan
akta secara langsung guna memastikan akta ditandatangani oleh orang yang benar,
dan memastikan tidak adanya unsur paksaan, kekeliruan dan penipuan. Selain itu
sebagai pejabat umum, notaris bekerja berdasarkan wilayah yang telah
ditentukan.
Cybernotary dipahami sebagai aktivitas
notaris yang menggunakan media elektronik dan internet, olehkarena itu maka
aktivitas cybernotary dalam
perspektif hukum Indonesia dapat meliputi Certivicate
Authority (Trusted Third Party), E-Commerce,
Rups Online, Sistem Administrasi Online (SABH), share data, korespondensi online,
konsultasi online dan E-Procurement.
Mencermati
kebutuhan masyarakat saat ini, para pelaku bisnis secara online, membutuhkan notaris untuk memberikan kepastian hukum dalam
setiap transaksinya secara online.
Akan tetapi pelayanan notaris terkait otentifikasi transaksi online seperti pada E-Commerce dan E-Procurement
belum dimungkinkan dan belum dipraktikkan pada negara-negara sebagaimana telah
disebutkan.